Selasa, 17 Desember 2013

Upgrade Ilmu

Dalam sepekan berapa kalikah Anda datang ke majelis-majelis ilmu wahai saudariku? Sekali, dua kali, tiga kali atau mungkin hampir setiap hari, atau bahkan tidak sama sekali?
Sungguh beruntung saudari-saudariku yang hampir setiap harinya diisi dengan menimba ilmu di majelis-mejelis taklim. Namun, tentunya yang tidak memiliki waktu untuk dapat menyempatkan datang ke majelis taklim karena berbagai kesibukan, entah karena urusan rumah tangga dan anak-anak, atau mungkin karena pekerjaan, janganlah sampai ketinggalan untuk terus meng-upgrade ilmu Anda. Sejatinya tidak ada kata berhenti untuk terus belajar hingga akhir hayat.
Sekarang ini banyak sumber ilmu yang dapat kita peroleh selain dari majelis taklim, bisa dari buku, internet atau mungkin juga dari sahabat, saudara dan orang tua kita. Belajarlah berbagai ilmu dan keterampilan, dan tentu yang paling utama adalah ilmu agama sebagai dasar dan landasan kita dalam menjalani kehidupan ini. Mengapa belajar atau menuntut ilmu itu sangat penting, karena ilmu dan pengetahuan kita dapat menyelamatkan ummat dan menjadi pintu kita menuju surga.
Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadist shahih; “man salaka thariiqan, yaltamisu fiihi ‘ilman, shhalallaahu lahuu bihi thariiqan ilal jannah.” Yang artinya, “Barang siapa menempuh jalan untuk menuntuk ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan ke surga.”
Kewajiban menuntut ilmu dalam Islam tidak hanya dibebankan kepada kaum laki-laki, melainkan kepada setiap muslim secara umum, termasuk juga muslimah. Muslimah yang cerdas dan memiliki pengetahuan yang luas akan memiliki banyak keuntungan dan berpotensi untuk melahirkan generasi-generasi cerdas dan berpengetahuan juga. Muslimah yang cerdas akan menjadi pendamping yang hebat bagi suami dan dapat mengantarkan suaminya tuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Muslimah yang memiliki kedalaman ilmu akan dapat mendidik anak-anak menjadi pribadi-pribadi baik dan berkualitas yang akan membela agama Allah. InsyaAllah.
Namun, tentu muslimah juga dituntut untuk dapat kritis dalam belajar dan menuntut ilmu. Di jaman arus informasi dan teknologi yang berkembang pesat, tidak dapat dipungkiri banyak sumber-sumber pengetahuan yang tidak baik dan bahkan dapat menjerumuskan pada kesesatan. Untuk itu muslimah perlu untuk selalu melihat kebenaran dari ilmu atau informasi yang diperoleh dengan merujuk pada siapakah yang menyampaikan informasi tersebut, bagaimana latarbelakang keilmuan yang dimilikinya, dan yang terpenting apakah informasi atau ilmu yang disampaikannya sesuai dengan sumber ilmu utama kita yaitu Quran dan hadits.
Quran dan hadist adalah sumber ilmu dan pengetahuan yang merupakan wasiat dari Rasulullah. Rasulullah bersabda;“Aku tinggalkan ditengah-tengah kalian dua perkara. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnahku (hadits).”(HR. Malik; Al-Hakim & Baihaqi).
Selain Quran dan hadist kitapun dapat belajar dari sumber lain seperti Sirah Rasulullah, Sirah Para Sahabat dan Sahabiyah, Sirah Nabawiyah, dan Kitab-Kitab Ulama Klasik. Sumber-sumber ilmu tersebut akan memperkaya pengetahuan agama kita, namun tentu akan berat bagi sebagian orang untuk dapat mempelajarinya, terlebih bagi yang tidak atau kurang suka membaca. Untuk itulah adanya majelis-majelis ilmu dengan berbagai tema kajian baik tadabur Quran, sirah dan lainnya akan memudahkan kita untuk mempelajarinya. Mendengar narasumber/penceramah yang menyampaikan kajian mengenai tadabur Quran atau sirah nabawiyah, kemudian meresapi dan mengamalkannya, insya Allah akan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita.
Dan bagi yang tidak dapat menghadiri majelis taklim karena pekerjaan, karena kesibukan di rumah carilah sumber-sumber ilmu yang terpercaya dari buku-buku, dari internet atau dari sahabat yang sering menghadiri majelis-majelis ilmu. Namun, tentu alangkah baiknya jika sesekali menyempatkan hadir pada majelis-majelis ilmu, entah sendiri atau mungkin bersama keluarga. Jika kita masih sempat untuk pergi ke pusat-pusat perbelanjaan sekedar berkumpul bersama sahabat atau keluarga, cobalah sesekali berubah haluan untuk pergi menghadiri pengajian yang diadakan di sekitar rumah Anda. InsyaAllah, ketika Anda telah merasakan nikmatnya menuntut ilmu di majelis-majelis ilmu dan bertemu sahabat-sahabat baru yang selalu mengajak Anda pada kebaikan dan mempelajari hal-hal yang sebelumnya belum diketahui, Anda akan merasa ketagihan. Perlahan mungkin menghadiri majelis-majelis ilmu akan menjadi kebiasaan dan gaya hidup Anda.
Ilmu yang baik adalah ilmu yang bermanfaat. Untuk dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat, ada adab-adab dalam menuntut ilmu yang sebaiknya kita lakukan, yaitu :
  1. Mengikhlaskan niat menuntut ilmu karena Allah Ta’ala. Tidak boleh kita dalam menuntuk ilmu berniat untuk tujuan yang tidak baik seperti untuk berbantahan dengan ulama, untuk membantah orang-orang bodoh agar terlihat hebat atau perbuatan tidak baik lainnya. Menurut Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah, “Niat yang baik dalam menuntut ilmu hendaklah ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, beramal dengannya, menghidupkan syariat, menerangi hatinya, menghiasi batinnya, dan mengharap kedekatan dengan Allah pada hari kiamat, serta mencari segala apa yang Allah sediakan untuk ahlinya (ahli ilmu) berupa keridhaan dan karuniaNya yang besar.”
  2. Memohon ilmu yang bermanfaat. Hendaknya setiap penuntuk ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah subhanahu wa Ta’ala dan memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu, serta selalu merasa butuh kepadaNya. Diantara doa yang Rasulullah ucapkan adalah: “Ya Allah, aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang diterima.” (HR. Ahmad)
  3. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya ilmu yang diperoleh dengan (sungguh-sungguh) belajar, dan sikap sabar (penyantun) diperoleh dengan membiasakan diri untuk sabar. Barangsiapa yang berusaha (keras) mencari kebaikan maka ia akan memperoleh kebaikan dan barangsiapa yang menjaga dirinya dari kejelekan (kejahatan) maka ia akan dilindungi Allah dari kejelekan (kejahatan).” (Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam al’ilal mutanaahiyah dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu)
  4. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya ad-Daa’ wad Dawaa´ bahwa seseorang tidak mendapat ilmu disebabkan dosa dan maksiat yang dilakukannya. Dosa yang paling besar adalah syirik dan durhaka kepada orangtua. Serta dosa-dosa besar lainnya, seperti makan harta orang lain, utang tidak dibayar, muamalah riba, minum khamr, makan dan minum dari usaha yang haram, membuka aurat di depan yang bukan mahramnya, dusta, ghibah, dan memfitnah seorang muslim. Termasuk sulit untuk menahan gerak lisannya.
  5. Tidak boleh sombong dan malu. Lihatlah bagaimana Nabi Musa meninggalkan dakwahnya untuk sementara waktu kemudian menuntut ilmu kepada Nabi Khidir.
  6. Diam dan mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan. Allah berfirman: “(Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az Zumar (39) ayat 18).
  7. Berusaha memahami ilmu yang disampaikan. Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud pernah berdoa: “Ya Allah tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan, dan pemahaman (yang benar).” (Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Imam Ahmad).
  8. Mengikat ilmu dengan tulisan. Rasulullah bersabda; “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dari Anas bin Malik)
  9. Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. Rasulullah telah mengingatkan agar kita mengamalkan ilmu yang dipelajari, sebagaimana sabdanya; “Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, tentang tubuhnya –capek dan letihnya- untuk apa ia gunakan.” (HR. Ar Tirmidzi).
Dal Dalam hal menuntut ilmu, suri teladan bagi muslimah adalah Ummul mukminin kita Ibunda Aisyah. Beliau terkenal sebagai wanita yang pakar dalam bidang periwayatan hadist –sumber hukum dan ajaran Islam yang kedua-, sejarah bangsa Arab, dan ilmu kedokteran di zamannya. Para penuntut ilmu di zamannya berbondong-bondong menimba ilmu darinya.

Selasa, 03 Desember 2013

Bunga


Ya Rabb….
Izinkan aku menjadi sekuntum bunga, 
Yang dihiasi dengan kelopak akhlaq mulia,
Harum wanginya dengan ilmu agama,
Cantiknya kaerna iman dan taqwa,
Namun keindahan zahirnya kusimpan rapi,
Biar menjadi rahasia yang kekal abadi,
Bukan perhatian mata lelaki ajnabi,
Yang menjadi puncak fitnah hati.
Illahi Rabbi…
Tumbuhkanlah duri yang memagari diri,
Agar diriku terpelihara dari noda duniawi,
Yang akan menghilangkan keharuman sejati,
Yang akan memudarkan kecantikan diri.
Dibalik kekurangan yang tercipta,
Bukanlah alasan untuk bermuram durja,
Karena setiap yang tercipta ada hikmahnya.
Izinkan ya Allah agarku menjadi permata,
Tetap menyinar walau di lumpur hina,
Tetap berharga walau dimana saja…
Buat ummat dan juga keluarga,
Izinkan aku menjadi seindah mawar berduri,
Yang menjadi impian setiap muslimah,
Yang indahnya bukan untuk lelaki,
Tapi permata untuk yang bernama suami..
Amin Allahumma Aamiin….
firanda andirja

Tabarruj


TABARRUJ, DANDANAN ALA JAHILIYAH WANITA MODERN
Oleh :Ustadz Abdullah bin Taslim Al-Buthoni, MA

Bentuk-Bentuk Tabarruj
[ Ringkasan dari pembahasan dalam kitab “al-‘Ajabul ‘ujaab fi asykaalil hijaab” (hal. 87-109), tulisan syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani, dengan sedikit tambahan.]
1. Termasuk tabarruj: Mengenakan jilbab yang tidak menutupi dan meliputi seluruh badan wanita, seperti jilbab yang diturunkan dari kedua pundak dan bukan dari atas kepala
[ Lihat “fataawa lajnah daimah” (17/141)].
Ini bertentangan dengan makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ

“Hendaknya mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka” [al-Ahzaab: 59].

Karena jilbab seperti ini akan membentuk/mencetak bagian atas tubuh wanita dan ini jelas bertentangan dengan jilbab yang sesuai syariat Islam.
2. Termasuk tabarruj: Mengenakan jilbab/pakaian yang terpotong dua bagian, yang satu untuk menutupi tubuh bagian atas dan yang lain untuk bagian bawah.
Ini jelas bertentangan dengan keterangan para ulama yang menjelaskan bahwa jilbab itu adalah satu pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita dari atas sampai ke bawah, sehingga tidak membentuk bagian-bagian tubuh wanita yang memakainya.
3. Termasuk tabarruj : Memakai jilbab yang justru menjadi perhiasan bagi wanita yang mengenakannya.
Hikmah besar disyariatkan memakai jilbab bagi wanita ketika keluar rumah adalah untuk menutupi kecantikan dan perhiasannya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya, sebagaimana firman-Nya:

وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إلا لِبُعُوْلَتِهِنَّ أو آبائِهِنَّ…

“Dan janganlah mereka (wanita-wanita yang beriman) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami-suami mereka, atau bapak-bapak mereka…” [an-Nuur: 31].
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata:
“Tujuan diperintahkannya (memakai) jilbab (bagi wanita) adalah untuk menutupi perhiasannya, maka tidak masuk akal jika jilbab (yang dipakainya justru) menjadi perhiasan (baginya). Hal ini, sebagaimana yang anda lihat, sangat jelas dan tidak samar”
[ Kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 120)]
Termasuk dalam hal ini adalah “jilbab gaul” atau “jilbab modis” yang banyak dipakai oleh wanita muslimah di jaman ini, yang dihiasi dengan renda-renda, bordiran, hiasan-hiasan dan warna-warna yang jelas sangat menarik perhatian dan justru menjadikan jilbab yang dikenakannya sebagai perhiasan baginya.
4. Termasuk tabarruj : Mengenakan jilbab dan pakaian yang tipis atau transparan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata:
“Adapun pakaian tipis maka itu akan semakin menjadikan seorang wanita bertambah (terlihat) cantik dan menggoda.
Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Akan ada di akhir umatku (nanti) wanita-wanita yang berpakaian (tapi) telanjang, di atas kepala mereka (ada perhiasan) seperti punuk unta, laknatlah mereka karena (memang) mereka itu terlaknat (dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala)”.(Riwayat ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamush shagiir” (hal. 232) dinyatakan shahih sanadnya oleh syaikh al-Albani)
Dalam hadits lain ada tambahan: “Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau (wangi)nya, padahal sungguh wanginya dapat dicium dari jarak sekian dan sekian”
[Riwayat imam Muslim ]
Imam Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Maksud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits ini) adalah wanita-wanita yang mengenakan pakaian (dari) bahan tipis yang transparan dan tidak menutupi (dengan sempurna), maka mereka disebut berpakaian tapi sejatinya mereka telanjang”
[Kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 125-126)]
Dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh imam Malik dalam “al-Muwaththa’” (2/913) dan Muhammad bin Sa’ad dalam “ath-Thabaqaatul Kubra” (8/72), dari Ummu ‘Alqamah dia berkata: “Aku pernah melihat Hafshah bintu ‘Abdur Rahman bin Abu Bakr menemui ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma dengan memakai kerudung yang tipis (sehingga) menampakkan dahinya, maka ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma merobek kerudung tersebut dan berkata: “Apakan kamu tidak mengetahui firman Allah yang diturunkan-Nya dalam surah an-Nuur?”. Kemudian ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma meminta kerudung lain dan memakaikannya”.
5. Termasuk tabarruj : Mengenakan jilbab/pakaian yang menggambarkan (bentuk) tubuh meskipun kainnya tidak tipis, seperti jilbab/pakaian yang ketat yang dikenakan oleh banyak kaum wanita jaman sekarang, sehingga tergambar jelas postur dan anggota tubuh mereka.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata:
“Karena tujuan dari memakai jilbab adalah supaya tidak timbul fitnah, yang ini hanya dapat terwujud dengan (memakai) jilbab yang longgar dan tidak ketat. Adapun jilbab/pakaian yang ketat, meskipun menutupi kulit akan tetapi membentuk postur tubuh wanita dan menggambarkannya pada pandangan mata laki-laki. Ini jelas akan menimbulkan kerusakan (fitnah) dan merupakan pemicunya, oleh karena itu (seorang wanita) wajib (mengenakan) jilbab/pakaian yang longgar”

[Kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 131)]
Termasuk dalam larangan ini adalah memakai jilbab/pakaian dari bahan kain yang lentur (jatuh) sehingga mengikuti lekuk tubuh wanita yang memakainya, sebagaimana hal ini terlihat pada beberapa jenis pakaian yang dipakai para wanita di jaman ini
[Lihat kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 132-133).
Termasuk dalam hal ini adalah jilbab dari kain kaos yang lentur dan jelas membentuk anggota tubuh wanita yang memakainya, wallahu a’lam.]
Dalam fatwa Lajnah daimah no. 21352, tertanggal 9/3/1421 H, tentang syarat-syarat pakaian/jilbab yang syar’i bagi wanita, disebutkan di antaranya : hendaknya pakaian/jilbab tersebut (kainnya) tebal (sehingga) tidak menampakkan bagian dalamnya, dan pakaian/jilbab tersebut (kainnya) tidak bersifat menempel (di tubuh) [ Fataawa al-Lajnah ad-daaimah (17/141)]
Adapun dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh shahabat yang mulia, Usamah bin Zaid Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakaikan untukku pakaian qibthiyah (dari negeri Mesir) yang tebal, pakaian itu adalah hadiah dari Dihyah al-Kalbi untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian pakaian itu aku berikan untuk istriku, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku:
“Kenapa kamu tidak memakai pakaian qibthiyah tersebut?”. Aku berkata: “Aku memakaikannya untuk istriku”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Suruh istrimu untuk memakai pakaian dalam di bawah pakaian qibthiyah tersebut, karena sungguh aku khawatir pakaian tersebut akan membentuk postur tulangnya (tubuhnya)”
[HR Ahmad (5/205) dan lain-lain, dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 131)].
Dalam hadits ini ada satu faidah penting, yaitu bahwa pakaian qibthiyah tersebut adalah pakaian dari kain yang tebal, tapi meskipun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan bagi wanita yang mengenakanya untuk memakai di dalamnya pakain dalam lain, agar bentuk badan wanita tersebut tidak terlihat, terlebih lagi jika pakaian tersebut dari bahan kain yang lentur (jatuh) sehingga mengikuti lekuk tubuh wanita yang memakainya.
Imam Ibnu Sa’ad meriwayatkan sebuah atsar dari Hisyam bin ‘Urwah bahwa ketika al-Mundzir bin az-Zubair datang dari ‘Iraq, beliau mengirimkan sebuah pakaian kepada ibunya, Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu anhuma, pada waktu itu Asma’ Radhiyallahu anhuma dalam keadaan buta matanya. Lalu Asma’ Radhiyallahu anhuma meraba pakaian tersebut dengan tangannya, kemudian beliau berkata: “Cih! Kembalikan pakaian ini padanya!”. al-Mundzir merasa berat dengan penolakan ini dan berkata kepada ibunya : Wahai ibuku, sungguh pakaian ini tidak tipis! Maka Asma’ Radhiyallahu anhuma berkata: “Meskipun pakaian ini tidak tipis tapi membentuk tubuh orang yang memakainya”
[Riwayat Ibnu Sa’ad dalam “ath-Thabaqaatul kubra” (8/252) dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 127)].
6. Termasuk tabarruj : Wanita yang keluar rumah dengan memakai minyak wangi.
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam betrsabda : “Seorang wanita, siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangi-wangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya maka wanita itu adalah seorang pezina”
[HR an-Nasa’i (no. 5126), Ahmad (4/413), Ibnu Hibban (no. 4424) dan al-Hakim (no. 3497), dinyatakan shahih oleh imam Ibnu Hibban, al-Hakim dan adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani].
Bahkan dalam hadits shahih lainnya [Lihat kitab “Silsilatul ahaadiitsish shahiihah” (no. 1031)], Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan larangan ini juga berlaku bagi wanita yang keluar rumah memakai wangi-wangian untuk shalat berjamaah di mesjid, maka tentu larangan ini lebih keras lagi bagi wanita yang keluar rumah untuk ke pasar, toko dan tempat-tempat lainnya.
Oleh karena itu, imam al-Haitami menegaskan bahwa keluar rumahnya seorang wanita dengan memakai wangi-wangian dan bersolek, ini termasuk dosa besar meskipun diizinkan oleh suaminya.[Dinukil oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 139)]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perempuan keluar rumah dengan memakai atau menyentuh wangi-wangian dikarenakan hal ini sungguh merupakan sarana (sebab) untuk menarik perhatian laki-laki kepadanya. Karena baunya yang wangi, perhiasannya, posturnya dan kecantikannya yang diperlihatkan sungguh mengundang (hasrat laki-laki) kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang wanita ketika keluar rumah (untuk shalat berjamaah di mesjid) agar tidak memakai wangi-wangian, berdiri (di shaf) di belakang jamaah laki-laki, dan tidak bertasbih (sebagaimana yang diperintahkan kepada laki-laki) ketika terjadi sesuatu dalam shalat, akan tetapi (wanita diperintahkan untuk) bertepuk tangan (ketika terjadi sesuatu dalam shalat). Semua ini dalam rangka menutup jalan dan mencegah terjadinya kerusakan (fitnah)” [Kitab “I’lamul muwaqqi’iin” (3/178)].
7. Termasuk tabarruj : Wanita yang memakai pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan, dan perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki.” [HR Abu Dawud (no. 4098), Ibnu Majah (1/588), Ahmad (2/325), al-Hakim (4/215) dan Ibnu Hibban (no. 5751), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani. Lihat kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 141)]
Dari Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhu beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”
[ HSR al-Bukhari (no. 5546)]
Kedua hadits di atas dengan jelas menunjukkan haramnya wanita yang menyerupai laki-laki, begitu pula sebaliknya, baik dalam berpakaian maupun hal lainnya.
[Lihat kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 146-147)]
Oleh karena itulah, para ulama salaf melarang keras wanita yang memakai pakaian yang khusus bagi laki-laki. Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah ditanya tentang wanita yang memakai sendal (yang khusus bagi laki-laki), maka beliau menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyerupai laki-laki” [ HR Abu Dawud (no. 4099) dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang seorang yang memakaikan budak perempuannya sarung yang khusus untuk laki-laki, maka beliau berkata: “Tidak boleh dia memakaikan padanya pakaian (model) laki-laki, tidak boleh dia menyerupakannya dengan laki-laki” [Kitab “Masa-ilul imam Ahmad” karya imam Abu Dawud (hal. 261)]
Termasuk yang dilarang oleh para ulama dalam hal ini adalah wanita yang memakai sepatu olahraga model laki-laki, memakai jaket dan celana panjang model laki-laki [Lihat kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 150), “Syarhul kaba-ir” (hal. 212) tulisan syaikh al-‘Utsaimin dan “al-‘Ajabul ‘ujaab fi asykaalil hijaab” (hal. 100-101)]
Juga perlu diingatkan di sini, bahwa larangan wanita yang menyerupai laki-laki dan sebaliknya berlaku secara mutlak di manapun mereka berada,di dalam rumah maupun di luar, karena ini diharamkan pada zatnya dan bukan sekedar karena menampakkan aurat [Lihat keterangan syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 38) dan syaikh al-‘Utsaimin dalam “Syarhul kaba-ir” (hal. 212)].
8. Termasuk tabarruj : Wanita yang memakai pakaian syuhrah, yaitu pakaian yang modelnya berbeda dengan pakaian wanita pada umumnya, dengan tujuan untuk membanggakan diri dan populer.
[ Lihat kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 213)]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat (nanti), kemudian dinyalakan padanya api Neraka.”
[HR Abu Dawud (no. 4029), Ibnu Majah (no. 3607 dan Ahmad (2/92), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani]
Kaum wanita yang paling sering terjerumus dalam penyimpangan ini, karena sikap mereka yang selalu ingin terlihat menarik secara berlebihan serta ingin tampil istimewa dan berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, mereka memberikan perhatian sangat besar kepada perhiasan dan dandanan untuk menjadikan indah penampilan mereka.
Berapa banyak kita melihat wanita yang tidak segan-segan mengorbankan biaya, waktu dan tenaga yang besar hanya untuk menghiasi dan memperindah model pakaiannya, supaya dia tampil beda dengan pakaian yang dipakai wanita-wanita lainnya. Maka dengan itu dia jadi terkenal, bahkan model pakaiannya menjadi ‘trend’ di kalangan para wanita dan dia disebut sebagai wanita yang tau model pakaian jaman sekarang.
Perbuatan ini termasuk tabarruj karena wanita yang memakai pakaian ini ingin memperlihatkan keindahan dan perhiasannya yang seharusnya disembunyikan.
Larangan ini juga berlaku secara mutlak, di dalam maupun di luar rumah, karena ini diharamkan pada zatnya
[Lihat keterangan syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 38)].

Nb : Banjarmasin, 05 Desember 2013 *mogamanfaat

sumber diantaranya :
http://almanhaj.or.id/
content/3297/slash/0

http://gadisberjilbab.tumblr.com/post/27048480068/tabarruj-dandanan-ala-jahiliyah-wanita-modern

Bersalaman

Wanita selalu menggoda, namun kadang pula godaan juga karena si pria yang nakal. Islam selalu sendiri mengajarkan agar tidak terjadi kerusakan dalam hubungan antara pria dan wanita. Oleh karenanya, Islam memprotek atau melindungi dari perbuatan yang tidak diinginkan yaitu zina. Karenanya, Islam mengajarkan berbagai aturan ketika pria-wanita berinteraksi. Di antara adabnya adalah berjabat tangan dengan wanita non mahram.
Pendapat Ulama Madzhab Tentang Berjabat Tangan dengan Non Mahram
Mengenai hukum bersalaman atau berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, hal ini terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama. Ada di antara mereka yang membedakan antara berjabat tangan dengan wanita tua dan wanita lainnya. Bersalaman dengan wanita tua yang laki-laki tidak memiliki syahwat lagi dengannya, begitu pula  laki-laki tua dengan wanita muda, atau sesama wanita tua dan laki-laki tua, itu dibolehkan oleh ulama Hanafiyah dan Hambali dengan syarat selama aman dari syahwat antara satu dan lainnya. Karena keharaman bersalaman yang mereka anggap adalah khawatir terjerumus dalam fitnah. Jika keduanya bersalaman tidak dengan syahwat, maka fitnah tidak akan muncul atau jarang. Ulama Malikiyyah mengharamkan berjabat tangan dengan wanita non mahram meskipun sudah tua yang laki-laki tidak akan tertarik lagi padanya. Mereka berdalil dengan dalil keumuman dalil yang menyatakan haramnya. 
Sedangkan ulama Syafi’iyyah berpendapat haramnya bersentuhan dengan wanita non mahram, termasuk pula yang sudah tua. Syafi’iyah tidak membedakan antara wanita tua dan gadis.
Sedangkan berjabat tangan antara laki-laki dengan gadis yang bukan mahramnya, dihukumi haram oleh ulama madzhab yaitu Hanafiyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hambali dalam pendapat yang terpilih, juga oleh Ibnu Taimiyah. Ulama Hanafiyah lebih mengkhususkan pada gadis yang membuat pria tertarik. Ulama Hambali berpendapat tetap haram berjabat tangan dengan gadis yang non mahram baik dengan pembatas (seperti kain) atau lebih-lebih lagi jika tidak ada kain. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 37: 358-360)
Dalil yang Jadi Pegangan
Pertama, hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
‘Urwah bin Az Zubair berkata bahwa ‘Aisyah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata,
“Jika wanita mukminah berhijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka diuji dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina ….” (QS. Al Mumtahanah: 12). 
‘Aisyah pun berkata, “Siapa saja wanita mukminah yang mengikrarkan hal ini, maka ia berarti telah diuji.” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berkata ketika para wanita mukminah mengikrarkan yang demikian, “Kalian bisa pergi karena aku sudah membaiat kalian”. Namun -demi Allah- beliau sama sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun. Beliau hanya membaiat para wanita dengan ucapan beliau. 
‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka.  Ketika baiat, beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian.” (HR. Muslim no. 1866).
Kedua, hadits Ma’qil bin Yasar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20 : 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). 
Hadits ini sudah menunjukkan kerasnya ancaman perbuatan tersebut, walau hadits tersebut dipermasalahkan keshahihannya oleh ulama lainnya. Yang diancam dalam hadits di atas adalah menyentuh wanita. Sedangkan bersalaman atau berjabat tangan sudah termasuk dalam perbuatan menyentuh.

Ketiga, dalil qiyas (analogi).
Melihat wanita yang bukan mahram secara sengaja dan tidak ada sebab yang syar’i dihukumi haram berdasarkan kesepakatan para ulama. Karena banyak hadits yang shahih yang menerangkan hal ini. Jika melihat saja terlarang karena dapat menimbulkan godaan syahwat. Apalagi menyentuh dan bersamalan, tentu godaannya lebih dahsyat daripada pengaruh dari pandangan mata. Berbeda halnya jika ada sebab yang mendorong hal ini seperti ingin menikahi seorang wanita, lalu ada tujuan untuk melihatnya, maka itu boleh. Kebolehan ini dalam keadaan darurat dan sekadarnya saja.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Setiap yang diharamkan untuk dipandang, maka haram untuk disentuh. Namun ada kondisi yang membolehkan seseorang memandang –tetapi tidak boleh menyentuh, yaitu ketika bertransaksi jual beli, ketika serah terima barang, dan semacam itu. Namun sekali lagi, tetap tidak boleh menyentuh dalam keadaan-keadaan tadi. ” (Al Majmu’: 4: 635)
Dalil yang menyatakan terlarangnya pandangan kepada wanita non mahram adalah dalil-dalil berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur: 30)
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur: 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, 
”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahramnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 216)
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahramnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 216-217)

Dari Jarir bin ‘Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)
Khatimah
Dalil-dalil di atas tidak mengecualikan apakah yang disentuh adalah gadis ataukah wanita tua. Jadi, pendapat yang lebih tepat adalah haramnya menyentuh wanita yang non mahram, termasuk pula wanita tua. Realitanya yang kita saksikan, wanita tua pun ada yang diperkosa. Sedangkan untuk gadis, no way, tetap dinyatakan haram untuk menyentuh dan berjabat tangan dengannya.
Hal di atas menunjukkan bahwa wanita benar-benar dimuliakan dalam Islam sehingga tidak ada yang bisa macam-macam dan berbuat nakal. Karena itulah wanita, benar-benar dimuliakan dalam ajaran Islam. Wanita dalam Islam adalah ibarat ratu. Adakah yang berani nyelonong-nyelonong dan menjabat tangan seorang ratu seperti Ratu Elizabeth? Tentu saja tidak berani. Demikianlah mulianya wanita di dalam Islam.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad, hanya Allah yang memberi taufik untuk menjauhi yang haram.
@ KSU, Riyadh, KSA, 23 Rabi’ul Awwal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
source :http://gadisberjilbab.tumblr.com/page/2

Selasa, 12 November 2013

Menjemput Jodoh

“Ya Allah, berkahilah aku dalam ikhtiar untuk menjemput jodoh yang tertakdir untukku. Cukupkan kami bahwa hanya Engkau yang menjadi penjawab segala tanya dan penenang hatiku. Aku meyakini bahwa Cinta itu datangnya dariMu, Allah. Dan  akan Engkau hadirkan cinta itu untuk seseorang yang namanya sudah Engkau tulis di LauhulMahfudz. 
Ya Allah… jikalau dia yang sedang ada dalam hatiku sekarang ini memanglah bukan yang engkau takdirkan untukku, maka musnahkan dan buang perasaan itu, agar tak  semakin mengotori hati  dan  pikiranku terutama agar tak membuat-Mu murka karenanya. Namun, jikalau  dia memang yang engkau takdirkan  untukku, maka berikanlah kesabaran dan kekuatan dalam menghimpun keterserakan antar kami berdua. Berilah keyakinan, kesetiaaan, lalu keberanian pada hati kami berdua. 
Ya Allah… jikalau suatu saat aku bertemu dengan ia yang Engkau takdirkan untukku, maka yakinkan aku dengan membuat hatiku tidak tertarik pada pria (/wanita) manapun dan tidak goyah karena alasan apapun. 
Ya Allah…yakinkan hatiku dengan kesiapaan, kerelaan, dan keberanian untuk saling membuka, menerima dan menutup aib pada diri kami berdua. Yakinkan hatiku dengan membuat aku untuk tidak mencari-cari celah kekurangannya, seperti yang selama ini aku lakukan atas dasar penjagaan sesuai apa yang memang seharusnya. 
Ya Allah… yakinkan hatiku… yakinkan hatiku… yakinkan hatiku dengan keyakinan atasMu yang lebih dari segalanya, agar tak mendahului apa yang telah Engkau tata, agar tak membuat-Mu murka atau Rasul-Mu menitikkan air mata, atas apa yang tidakseharusnya. 
Aku tak mau meminta segera, karena itu berarti aku telah memaksa Engkau untuk merombak yang yang sudah digariskan ketetapanNya. Aku juga tak mau berdoa secepatnya, karena siapa tahu saja aku telah mengatasnamakan niatan suci padahal mengenyampingkannya karena nafsu belaka. Aku tak mau meminta segera atau secepatnya, karena itu tergesa-gesa dan seolah memaksa. Aku hanya meminta pada-Mu untuk memberikan kesiapan dan kerelaan menerima, atas apa yang Kau gariskan untukku, agar aku senantiasa mensyukurinya. 
Ya Allah, tunjukilah aku jalan menuju takdir terbaikMu. Sabarkan aku dalam penantian yang terus merindu ini. 
Aaamin Yaa Rabbal’alamiin….”

Selasa, 05 November 2013

Allah Maha Mengetahui

Yang sederhana, jangan dirumit-rumitkan. Yang mudah, jangan disulit-sulitkan sehingga membuat kita merasa tak sanggup meraih dan mengerjakannya, padahal agama ini tidak menuntut syarat yang demikian tinggi dan sulit. Sungguh, tidak akan mempersulit agamanya kecuali ia akan terkalahkan sendiri. Sungguh, akan ada orang-orang yang melampaui batas(ghuluw) dalam agama ini maupun mengetat-ngetatkan (tasyaddud) apa yang dilonggarkan agama. Inilah yang perlu kita khawatiri.

Sebalik-baliknya, jangan memudah-mudahkan (tasahul) urusan yang telah ditentukan. Sangat berbeda memudahkan dengan memudah-mudahkan. Yang pertama, sikap pribadi untuk memudahkan urusan dan tidak mempersulitnya. Sedangkan yang kedua, mencari-cari kelonggaran dan meremehkan rambu-rambu yang telah diberikan oleh Allah Ta`ala dan dijelaskan oleh rasul-Nya, Muhammad shallaLlahu:alaihi wa sallam. Sikap yang kedua ini dapat bersumber dari lemahnya iman, dapat juga bersumber dari lemahnya ilmu sehingga tidak tahu telah terjatuh pada tasahul (memudah-mudahkan) tanpa sadar. Sebagiannya karena syubhat, yakni munculnya keyakinan yang datangnya dari luar agama, tetapi dianggap sebagai bagian dari agama. Contoh: rumah tangga akan sulit sekali mencapai kebahagiaan jika sebelum menikah tidak saling mengenal dengan sangat baik.

Angan-angan lain yang dianggap sebagai faktor yang sangat mempengaruhi kebahagiaan suami-istri adalah keselarasan fisik, pendidikan, suku maupun latar belakang ekonomi. `Berawal dari anggapan ini, orang banyak bersibuk dan khawatir dengan hal-hal yang bersifat fisik, tetapi justru lalai dengan hal yang lebih mendasar, yakni lurusnya niat dan matangnya ilmu.

Yang paling penting untuk kita perhatikan adalah komitmennya terhadap agama keutamaan akhlaknya. Bahkan ini pun tidak serta merta dapat dilihat dari keluasan ilmu agamanya. Jika ada lelaki yang bagus agama dan akhlaknya datang meminangmu, jangan abaikan ia. Terimalah. Sungguh ini merupakan kebaikan yang menjadi pintu barakah.

Jika engkau telah memiliki ketetapan hati untuk menikah, bersegeralah. Carilah wanita yang baik agama dan akhlaknya. Sebaiknya, jarak antara peminangan (khitbah) dengan akad nikah tidak terlalu lama. Tepatnya : tidak lama. Merupakan hal yang lumrah dan patut jika peminangan langsung diiringi dengan akad nikah, sehingga tidak berlama-lama menunggu.

Terkait dengan jodoh, ada dua hal penting yang perlu kita pahami. Pertama, Allah Ta`ala Maha Kuasa atas segala sesuatu lagi Maha Mengetahui. Jika Allah Ta`ala telah tentukan jodoh, maka ia pasti akan bertemu dengan kita, dimana pun tempatnya, meskipun sangat tersembunyi. Allah Ta`ala Maha Kuasa untuk menentukan terjadinya pertemuan itu. Kedua, ikhtiar merupakan kewajiban yang kesungguhan melakukannya karena Allah Ta`ala semata amat berpengaruh terhadap barakah pernikahan. Inilah sebaik-baik pernikahan.

Berhati-hatilah terhadap perkataan “Jodoh di tangan Tuhan, tapi jika kita tidak mengambilnya, bagaimana mungkin kita akan mendapatkannya.”
Atau perkataan, "Jodoh di tangan Tuhan. Tapi kita yang memutuskan untuk mengambilnya atau tidak.” | Ini merupakan salah satu perkataan yang sangat buruk.
Atau perkataan lain yang serupa dan amat fatal kesalahannya dari segi aqidah.

Sesungguhnya, tidak ada yang lebih utama untuk kita harapkan dalam pernikahan melebihi barakah. Ini pula yang kita mintakan do`a kepada yang hadir saat akad nikah maupun walimah kita. Salah satu pintu barakah itu adalah melakukan ikhtiar secara serius, bersungguh-sungguh dan sebaik-baiknya. Yang dimaksud baik adalah baik dalam iktikad, baik dalam kegigihan berusaha.

Apa yang perlu kita perhatikan dalam memilih seseorang untuk menjadi istri kita? Perhatikan kriteria paling mendasar, jangan bersibuk dengan kriteria yang tidak penting. Kriteria pokok itu ada pada aqidah dan akhlak. Selebihnya ada tuntunan untuk melakukannadzar, yakni melihat secara fisik (bukan foto) pada orang yang kita ingin menikahinya untuk memperoleh kemantapan hati menikahi. Jangan remehkan perkara ini. Lakukanlah karena ingin menetapi sunnah. Sesungguhnya bersama sunnah ada barakah.
Istikharah Sebelum Menikah
Bagaimana dengan istikharah? Tidak ada perintah khusus tentang istikharah dalam urusan nikah. Kita mendapati hadis shahih tentang istikharah dalam Shahih Bukhari untuk memohon pilihan dalam urusan apa pun. Jika kita telah memiliki tekad bulat untuk mengerjakan sesuatu, mantap terhadapnya, lalu kita memohon pilihan kepada Allahsubhanahu wa ta`ala
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan istikharah kepada kami dalam (segala) urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda:


إِذَ هَمَّ أَحَدُ كُمْ بِاْلأَمْرِ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيْضَةِ، ثُمَّ لْيَقُلْ : اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ (ا َوْ قَالَ: عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ) فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ (أَوْ قَالَ: فِيْ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ) فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ قَالَ : وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

Jika salah seorang di antara kalian berkeinginan keras untuk melakukan sesuatu, maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua raka`at di luar shalat wajib, dan hendaklah dia mengucapkan, 

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk kepada-Mu dengan ilmu-Mu, memohon ketetapan dengan kekuasan-Mu, dan aku memohon karunia-Mu yang sangat agung, karena sesungguhnya Engkau berkuasa sedang aku tidak kuasa sama sekali, Engkau mengetahui sedang aku tidak, dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib. 

Ya Allah, jika dalam pengetahuan-Mu urusan ini (kemudian menyebutkan langsung urusan yang dimaksud) lebih baik bagi diriku dalam agama, kehidupan, dan akhir urusanku” –atau mengucapkan, “baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang"-, maka tetapkanlah ia bagiku dan mudahkanlah ia untukku. Kemudian berikan barakah kepadaku dalam menjalankannya. 

Dan jika dalam pengetahuan-Mu urusan ini buruk bagiku dalam agama, kehidupan dan akhir urusanku” –atau mengucapkan, “baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang"-, maka jauhkanlah urusan itu dariku dan jauhkan aku darinya, serta tetapkanlah yang baik itu bagiku dimana pun kebaikan itu berada, kemudian jadikanlah aku orang yang ridha dengan ketetapan tersebut." Beliau bersabda, “Hendaklah dia menyebutkan keperluannya.” (HR. Bukhari).

Ada yang perlu kita renungkan dari hadis tersebut. Rasulullah shallaLlahu `alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bahwa shalat istikharah itu dilakukan "jika salah seorang dari kalian berkeinginan kuat, bertekad besar untuk melakukan sesuatu (إِذَ هَمَّ أَحَدُ كُمْ بِاْلأَمْرِ)". Artinya, jika kita telah mantap melakukan setelah mempertimbangkan baik buruk serta maslahat madharat dari apa yang ingin kita tempuh, maka kita melakukan shalat istikharah untuk memohon petunjuk dan pilihan dari Allah subhanahu wa ta`ala. Betapa pun kita telah memiliki pertimbangan yang matang dan meyakini kebaikannya, kita harus mengingat bahwa Allah Ta`ala yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka kepada-Nya kita memohon petunjuk dan taufiq-Nya. Adapun jika nyata keburukan sesuatu itu, maka tidaklah patut melakukan shalat istikharah. Yang demikian ini agar tak menjatuhkan kita pada pembenaran terhadap keburukan.

Berkenaan dengan shalat istikharah setelah memiliki kemantapan, kisah Imam Bukharirahimahullah patut kita renungkan. Setelah beliau memastikan keshahihan dari hadis-hadis yang dikumpulkannya, beliau melakukan shalat istikharah untuk memutuskan hadis itu dimasukkan ke dalam Al-Jami’Ash-Shahih Al-Musnad min Haditsi Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wa Sunanihi wa Ayyamihi atau kita kenal dengan Shahih Bukhari.

Muhammad bin Yusuf Al Firyabi rahimahullah menuturkan bahwa Imam Bukhari berkata, “Tidaklah aku menuliskan satu hadis pun dalam kitab ini, kecuali aku mandi terlebih dahulu, kemudian shalat dua raka`at.” Yang dimaksud di sini adalah shalat istikaharah.

Bagaimana jika kita sedang dalam keadaan penuh keraguan? Carilah apa-apa yang memantapkan, di antaranya seperti dituntunkan oleh Rasulullah shallaLlahu `alaihi wa sallam, yakni nadzar (melihat secara fisik orang yang kita berkeinginan menikah dengannya). Jika kita telah memiliki pilihan berdasarkan pertimbangan yang ada, maka kita melakukan shalat istikharah untuk memohon ketetapan pilihan dari Allah subhanahu wa ta`ala. Jika pilihan kita baik, semoga Allah Ta`ala mudahkan urusan dan berikan barakah yang berlimpah. Dan jika pilihan kita itu buruk menurut Allah subhanahu wa ta`ala, maka semoga Allah Ta`ala jauhkan kita darinya seraya memberi ganti yang lebih baik.
Pelajaran berharga tentang shalat istikharah ini adalah soal ridha terhadap qadha` dan qadar Allah `Azza wa Jalla. Apa pun yang Allah Ta`ala berikan kepada kita, akan terasa keutamaannya, pada awalnya boleh jadi tampak lebih buruk dibanding yang kita harapkan. Jika hati ridha, kekurangan yang ada tak merisaukan. Sementara kelebihannya lebih mudah menumbuhkan rasa syukur.
Wallahu a`lam bish-shawab.

Sekedar catatan, shalat istikharah merupakan ibadah sunnah. Bukan wajib. Sesudah menunaikan shalat, barulah do`a istikharah dibaca.

Mendekati Orangtua
Salah sumber masalah yang kerap muncul belakangan ini adalah tidak selarasnya keinginan anak dan orangtua dalam masalah jodoh, bahkan dalam urusan pernikahan secara umum. Ini salah satunya dipicu oleh keengganan kita melibatkan orangtua dalam pembicaraan tentang nikah semenjak awal. Kita mengabaikan dakwah kepada orangtua, termasuk untuk urusan menikah. Tetapi begitu kita ingin menikah, kadang bahkan sudah memiliki kecenderungan sangat kuat terhadap seseorang, tiba-tiba saja kita menyampaikan maksud kepada orangtua. Inilah yang memicu masalah. Terkadang orangtua bahkan sampai tersinggung berat.

Meskipun demikian, sangat mungkin terjadi orangtua tidak sependapat dengan kita meski sudah berusaha menjalin komunikasi yang baik. Jika ini terjadi, hal pokok yang perlu kita perhatikan adalah menjaga diri untuk tetap bersikap dan bertutur yang baik kepada orangtua. Kita berbicara kepada orangtua dengan qaulan kariiman (perkataan yang memuliakan, gaya komunikasi memuliakan). Kita berusaha memahami cara berpikir orangtua, lalu menyampaikan maksud kita melalui cara berpikir orangtua.

Jika sekiranya sudah tidak ada masalah, segera saja melakukan khitbah (melamar). Bagaimana prosedurnya? Tidak berbelit-belit. Datang kepada orangtuanya, nyatakan maksud, itu sudah meminang. Bahkan melalui SMS atau WhatsApp pun bisa sekiranya orangtuanya ridha. Ringkasnya, khitbah itu menyatakan maksud untukmenikahi seorang wanita. Just simple like that! Adapun teknis yang beragam-ragam tidak masalah sejauh tidak memberatkan dan tidak bertentangan dengan syari`at.

Yang perlukita ingat adalah sabda Nabi shallaLlahu`alaihi wa sallam“ خَيْـرُ النِّكَـاحِ أَيْسَـرُهُ Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah.” (HR. Abu Dawud). Mudah di sini maksudnya mudah prosesnya, murah maharnya, mudah juga mencari maharnya.

Kapankah saatnya ta`aruf? Sesudah menikah. Sebelum akad, cukuplah mengetahui hal-hal mendasar terkait aqidah dana khlaknya. Kita mengorek informasi dari orang yang benar-benar mengenal, bukan hanya sekedar mengetahui selintas karena sering shalat bersama di masjid.
Betapa banyak pasangan suami-istri yang saling mengenal sebelum menikah, tapi baru beberapa bulan berumah-tangga sudah penuh perselisihan. Yang diperlukan adalah kesediaan untuk senantiasa belajar memahami istri/suaminya. Pada saat yang sama, ada kesediaan untuk menerima ia apa adanya. Jika engkau ridha kepadanya, yang sederhana pun akan membahagiakan dan menyentuh jiwa. Jika pernikahan Anda berlimpah bahagia, masih perlukah Anda menonton TV untuk mencari hiburan sementara jiwa senantiasa terhibur?

Wallahu a`lam bish-shawab.

Page facebook : Mohammad Fauzil Adhim

Kamis, 31 Oktober 2013

Penunggu Langit

Jangan merasa berkecil hati jika saat ini masih ada yang belum menemui jodohnya atau telah bertemu jodoh dan Allah berkehendak lain dengan jodoh tersebut
Urusan jodoh memang seringkali dikaitkan dengan “rahasia Tuhan” yang mengejutkan. Seseorang yang berparas menarik dan memiliki sekian kelebihan, tetapi tidak menemui pasangan. Sementara seseorang yang dipandang biasa-biasa saja lebih cepat menikah. Jodoh memang sudah ditentukannya tetapi bukan bererti kita cuma berdiam diri tanpa adanya usaha.
“.....Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ....” QS Ar Ra'd : 11 
Menemukan pasangan menuntut sejumlah usaha aktif yang komprehensif. Usaha-usaha positif dalam menemukan pasangan dapat disebut sebagai “menjemput jodoh”. Bagi orang yang beriman, berdoa adalah puncak segala usaha. Bahkan Islam menyebut doa sebagai silah al-mu’min (senjata mu’min).
Dalam mengenali pasangan, manusia tetap dibatasi kemampuannya untuk melihat pada aspek-aspek fisikal jasmani dan hal-hal yang nampak dimata. Sementara aspek batin yang tersembunyi tetaplah milik Allah. Sholat Istikarah merupakan upaya untuk memohon kepada Tuhan dalam membantu memilih calon pasangan. Jangan terburu-buru untuk menolak atau menerima sebelum upaya berdoa ini dilakukan agar tidak salah pilih.
Begitu dahsyatnya kewajaiban sholat istikarah dalam memantapkan hati dalam menentukan pilihanBahawasanya orang yang telah melaksanakan sholat istikarah hendaklah melaksanakan apa yang telah diazamkannya, baik hatinya menjadi terbuka maupun tidak .
Bermunajat pada Allah dalam sepertiga malamnya memohon diberikan pilihan terbaik dalam hidupnya sebuah petunjuk dalam memantapkan hati mengenai  jodoh yang menjadi misteri-Nya.
“Ya Allah, Tuhan yang Maha Memiliki Rahasia, Tuhan yang Maha memegang kasih sayang seluruh jiwa kami, Tuhan yang Maha Penentu, Tuhan yang Maha Menyatukan jiwa-jiwa kami, ya Allah, aku merupakan hamba yang lemah, hamba yang tidak mampu mengawal diriku daripada fitrah seorang manusia yang memerlukan teman, memerlukan kekasih, memerlukan suami/isteri, memerlukan keluarga.
Ya Allah aku tidak mampu menahan diriku daripada terjeremus ke dalam kemaksiatan. Ya Allah, jika masanya telah tiba, jika apa yang aku mohon ini merupakan sesuatu yang terbaik disisiMu Ya Allah, terbaik buat agamaku Ya Allah, terbaik buat diriku, keluarga dan seluruh mukminin dan mukminat Ya Allah, maka aku memohon kepadaMu YaAllah agar aku ditemukan dengan jodoh yang terbaik di sisiMu Ya Allah. Setiap yang terbaik di sisiMu Ya Allah, pasti terbaik buat diriku Ya Allah.
Namun Ya Allah, jika masanya untuk dipertemukan dengan jodohku belum tiba. Ya Allah, maka Ya Allah, aku memohon kepadaMu agar Kau tunjukkan jalan-jalan untuk aku memiliki jodohku Ya Allah, Aku memohon agar Kau tunjukkan aku tuntutun-tuntutan-Mu yang perlu aku lakukan untuk memiliki jodohku Ya Allah. Ya Allah, Tuhan yang Maha Mengkabulkan doa, Tuhan yang Maha Penentu jodoh, Ya Allah jauhilah aku daripada kemaksiatan, jauhilah aku daripada perkara-perkara yang tidak dapat memberikan manfaat, jauhilah aku daripada perkara-perkara yang Engkau murkai dan perkara-perkara yang menyesatkan diriku Ya Allah. Aamiin
Jadi, bagi yang belum bertemu jodoh, bersikap optimislah, temui serta jemputlah calon jodoh Anda dengan ikhtiar yang maksimum. Yakinlah bahwa Allah telah menentukan segala sesuatu berpasang-pasangan. Mudah-mudahan Allah membimbing usaha anda untuk sampai kepada jodoh yang ditakdirkan. Aamiin.
Jangan menyerah kegagalan yang pernah terjadi dalam menjemput jodoh bukan berarti kegagalan selamanya. Satu prinsip yang akan selalu melekat dihati
 ”La Tahzan Innalloha Ma’ana - Jangan Bersedih, Allah selalu bersama kita”
Senyum terindah untuk jodoh yang Allah telah persiapkan :)

Banjarmasin, 01 November 2013